Ketika Batu Berlubang oleh Tetesan Air
Saat masih belajar di madrasah, Ibnu Hajar termasuk murid yang rajin. Semangat belajarnya tinggi. Keinginan untuk menjadi seorang yang berpengetahuan luas sangat kuat. Sayang akalnya tidak mampu menopang keinginan dan semangat Ibnu Hajar. Selama 40 tahun belajar---ada yang menyebut 20 tahun, ia selalu menjadi murid yang tertinggal dari teman-temannya. Ia sering lupa atas materi pelajaran yang diajarkan para gurunya.
Setelah berusaha untuk bertahan, pada satu titik Ibnu Hajar akhirnya menyerah. Ia pun izin kepada gurunya untuk pamit pulang. Ia ingin berhenti sejenak, beristirahat dan merenungkan kondisi dirinya yang lambat dalam belajar. Gurunya tidak memberinya izin. Ibnu Hajar terus memaksa. Sehingga pada akhirnya gurunya luluh dan memberinya izin pulang kepadanya.
Dalam perjalanan pulang, dengan hati yang gundah dan gelisah, hujan turun dengan sangat lebat. Ia berhenti, sembari mengistirahatkan dirinya yang sudah lelah. Ia memilih berteduh di dalam sebuah gua.
Setelah masuk, Ibnu Hajar mendengar suara gemericik air. Ia pun melihatnya. Ternyata suara itu datang dari air yang menetes ke atas batu besar. Sepertinya telah berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Terbukti, batu besar itu sudah berlubang karena terus-menerus terkena tetesan air. Saat itulah, Ibnu Hajar teringat akan kesulitannya menjalani proses belajar. Ia pun berpikir bahwa otaknya tentu tidak lebih keras dari batu. Batu besar yang keras saja bisa berlubang oleh air yang lembut. Tidak mungkin otaknya tidak memiliki bekas sama sekali jika terus-menerus belajar dan menempanya dengan ilmu pengetahuan.
Tetesan air dan lubang di batu besar yang Ibnu Hajar lihat saat istirahat telah memberinya inspirasi dan motivasi untuk menjalani proses belajar. Perjalanan pulang ia urungkan. Ia memutuskan untuk kembali ke madrasah. Dengan semangat yang semakin membara, dan keinginan yang semakin meningkat, ia kembali menuju tempat belajarnya. Sesampainya di sana, ia terus belajar dan belajar. Ada yang mengatakan 20 tahun, ada pula yang mengatakan 15 tahun, namun intinya ia menempuh pendidikan di waktu tua yang tidak sebentar.
Sejak saat itu, perubahan pun terjadi dalam diri Ibnu Hajar. Jika pada periode awal ia menjadi murid yang giat namun bodoh, maka periode kedua manjadi murid yang paling cerdas, dan malampaui teman-temannya yang dahulu pernah menghinanya karena lemah dalam menghafal.
Pada akhirnya Ibnu Hajar al-Asqalani dikenal sebagai ulama yang masyhur dalam bidang hadis dan fiqih. Murid Ibnu Hajar, Imam asy-Syakhawi, menyebut karya Ibnu Hajar mencapai lebih dari 270 kitab. Di antaranya adalah, Fathul Baari Syarh Shahih al-Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad..-Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan beberapa kitab lainnya.
Proses tidak akan mengkhianati hasil. Istiqomah menjadi kunci kesuksesan. Halangan dan hambatan akan selalu ada dalam setiap ikhtiar. Butuh konsistensi untuk terus berusaha. Semua bisa menjadi pintar. Setiap orang berhak untuk sukses. Bukan soal mampu atau tidak. Tetapi mau atau tidak menjalani setiap tahapan. MIS